
About the film
Wangany Mala (2024) was shot across south and southeast Sulawesi in Indonesia, and on Gumatj and Anindilyakwa country in the north of the Australian continent between 2019 and 2023. This participatory documentary was designed in collaboration with Knowledge Holders in the north of Australia, and shaped by the people who appear in the film. The film was produced and directed by Will McCallum.
Wangany Mala (2024) direkam di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara di Indonesia, serta di wilayah Gumatj dan Anindilyakwa di utara benua Australia, antara tahun 2019 dan 2023. Dokumenter partisipatif ini dirancang dalam kerja sama dengan Knowledge Holders di Australia Utara dan dirangkai oleh orang-orang yang tampil padanya. Film ini diproduksi dan disutradarai oleh Will McCallum.
PRE-COLONIAL CONNECTION
HUBUNGAN PRA-KOLONIAL
Hundreds of years before British colonies were established on the Australian continent, First Nations were part of a trading network that extended to China’s Qing Dynasty. Fishing fleets originating from Makassar, Rote and the Aru Islands harvested trepang (sea cucumber) for up to six months of every year alongside local communities. Beyond this early international trade there was cultural exchange, the creation of languages, intermarriage and adventure across 'the great lake' that is now known as the Timor and Arafura Seas.
​
By 1907 the trade was ended by colonial authorities, but that is not the end of the story. Today people in Australia and Indonesia continue to forge connections, despite the obstacles.
Ratusan tahun sebelum koloni Inggris didirikan di benua Australia, First Nations merupakan bagian dari jaringan perdagangan yang meluas hingga ke Dinasti Qing di Tiongkok. Armada penangkap ikan yang berasal dari Makassar, Rote, dan Kepulauan Aru memanen teripang hingga enam bulan setiap tahunnya bersama masyarakat setempat. Melampaui jaringan perdagangan internasional di masa awal tersebut, terjadilah pertukaran budaya, penciptaan bahasa, perkawinan campur, dan petualangan melintasi 'Danau Besar' yang sekarang dikenal sebagai Laut Timor dan Arafura.
Pada tahun 1907, perdagangan dihentikan oleh otoritas kolonial, tetapi itu bukanlah akhirnya. Saat ini, orang-orang di Australia dan Indonesia masih terus menjalin hubungan, meski menghadapi berbagai kendala.

SYNOPSIS
RINGKASAN
The story follows Nirmala Syarifuddin Baco – ‘Mala’ – a young Muslim woman who is part of a team of boat builders making a traditional Makassan sailing ship, or prau pinisi – the descendant of the boats that made the journey to Australia over 500 years ago. Through Mala we begin to understand her region’s ongoing connections to Maregé – the Makassan term for Australia. The film culminates with a discovery that Mala’s journey has a miraculous connection to the local stories of Australia.
Kisah ini mengikuti Nirmala Syarifuddin Baco – ‘Mala’ – seorang wanita muda Muslim yang menjadi bagian dari tim pembuat sebuah perahu layar tradisional Makassar yang biasanya dikenal sebagai Perahu Pinisi, sri pewaris dari perahu-perahu yang melakukan perjalanan ke Australia sejak lebih dari 500 tahun silam. Bersama Mala, kita memahami hubungan berkelanjutan antara wilayahnya dengan Maregé, istilah Bahasa Makassar untuk Australia. Film ini memuncak dengan temuannya bahwa perjalanan Mala ternyata memiliki koneksi menakjubkan pada kisah-kisah lokal Australia.

REFLECTION AND EXPERIMENTATION
REFLEKSI DAN EKSPERIMENTASI
Wangany Mala encourages viewers in Australia and Indonesia to reflect on the exclusionary sovereign logics that create ocean borders and nations ‘girt by sea’. Set to a distinctive soundtrack by experimental Melbourne composer Fia Fiell, the film features rarely seen footage and artwork from the National Film and Sound Archive. It amplifies First Nations oral histories that have been undermined by a false ‘first contact’ narrative. But it is a story of hope and connection, despite the odds. Wangany Mala takes viewers deep into the contemporary reality of communities on either side of the Timor and Arafura Seas.
Wangany Mala mengajak pemirsa di Australia dan Indonesia untuk merenungkan logika kedaulatan eksklusif yang melahirkan batas-batas laut dan negara-negara yang 'dikelilingi oleh lautan'. Diiringi musik latar khas yang digubah oleh komposer eksperimental Melbourne, Fia Fiell, film ini menampilkan klip dan karya seni dari National Film dan Sound Archive yang jarang terlihat. Film ini memperkuat sejarah lisan milik First Nations yang telah dirusak oleh narasi 'kontak pertama' yang keliru. Terlepas dari segala rintangan yang dihadapi, inilah sebuah kisah tentang hubungan dan harapan. Wangany Mala mengantar pemirsa berkelana jauh ke dalam realitas kontemporer masyarakat di kedua sisi Laut Timor dan Laut Arafura.

A cross-cultural collaboration
Kolaborasi lintas budaya
This film could not have been made without the vision and partnership of these incredible organisations. This production went from conversations over the phone, to cups of tea, to epic journeys and creative revelations.
Film ini tidak mungkin dibuat tanpa visi dan kemitraan dari organisasi-organisasi yang luar biasa ini. Produksi ini berawal dari percakapan melalui telepon yang berkembang menjadi cangkir-cangkir teh hingga perjalanan epik dan pengungkapan kreatiitas.
Key Contributors
Kontributor Utama
Wangany Mala was made possible by hundreds of individuals, but these six were particularly important in making the film what it is.
Wangany Mala terwujud berkat dukungan ratusan orang, tetapi keenam orang ini sangat penting dalam mewujudkan film ini menjadi seperti sekarang.
Learn more
Pelajari lebih lanjut
1 / Read and Watch
Baca dan Tonton
Watch a video presentation featuring Professor Lynette Russell and Dr Lily Yulianti Farid
Saksikan presentasi video yang menampilkan Profesor Lynette Russell dan Dr Lily Yulianti Farid
Read an article about Aboriginal-Makassan interactions in the eighteenth and nineteenth centuries, by Regina Ganter
Baca artikel tentang interaksi Aborigin-Makassar pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas, oleh Regina Ganter
Read about the economics of the Makassan visits in Voyage to Marege, by Dr Campbell Macknight
Baca tentang ekonomi kunjungan orang Makassar di Voyage to Marege, oleh Dr Campbell Macknight
Read about the Indonesian Boatbuilding Endangered Knowledge Project
Baca tentang Proyek Pengetahuan Terancam Pembangunan Perahu Indonesia
2 / Visit
Mengunjungi
Visit the final destination of the film, and learn about Yolngu culture with the incredible Bawaka Experience
Kunjungi destinasi akhir film, dan pelajari tentang budaya Yolngu dengan Bawaka Experience yang luar biasa
Find the pinisi boat - the Anugrah Illahi - in South Sulawesi
Temukan perahu pinisi - Anugrah Illahi - di Sulawesi Selatan
3 / Donate
Menyumbangkan
Help us to take Wangany Mala to more audiences in Australia, Indonesia and beyond. Make a tax deductible donation via Documentary Australia.
Bantu kami membawa Wangany Mala ke lebih banyak penonton di Australia, Indonesia, dan sekitarnya. Berikan donasi yang dapat dikurangkan dari pajak melalui situs web Documentary Australia.






.jpeg)



.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)
